About

Senin, 28 Desember 2015

13. Sikap Pekerja & Kepuasan Kerja

      A.   Teori-Teori Kepuasan Kerja

Menurut Wexley dan Yulk dalam Yuli (2005) bahwa teori-teori tentang kepuasan kerja dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu yang disebut sebagai a) Disperancy theory, b) Equity theory, dan c) Two factor theory:

1.      Disperancy Theory (Teori Perbedaan)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Porter mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan (difference between how much of something there should be and how much there “is now”). Locke juga menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung pada perbedaan (disperancy) antara nilai dari harapan yang diinginkan, dengan apa yang menurut perasaan atau persepsinya yang telah dicapai atau diperoleh dari pekerjaannya. Dengan demikian orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah tercapai. Apabila yang didapat ternyata lebih besar dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi puas lagi walaupun terdapat perbedaan (disperancy), tetapi merupakan perbedaan yang positif. Sebaliknya semakin jauh kenyataan yang dirasakan tersebut di bawah standar minimum maka akan terjadi perbedaan negatif (negative disperancy), dan akan semakin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan.

2.      Equity Theory (Teori Keseimbangan)
Equity theory pertama kali dikembangkan oleh Adam dalam Yuli (2005). Prinsip Teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia akan merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi yang diperoleh dengan membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain. Elemen-elemen dari teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu elemen input, outcome, comparison, dan equity-in-equity. Yang dimaksud dengan input menurut Wexley dan Yulk dalam Yuli (2005) adalah sebagai berikut; input is anything of value that and employee perceives that he contributes to his job (input adalah segala sesuatu yang sangat berharga yang dirasakan oleh karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan atau semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Sebagai contoh input adalah pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan, dan lain-lain). Outcome is anything of value that the employee perceives he obtain from the job (semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai sebagai hasil dari pekerjaannya, misalnya upah, keuntungan tambahan status simbol, pengenalan kembali (recognition), kesempatan untuk berprestasi atau ekspresi diri. Sedangkan comparison person dapat diartikan sebagai perasaan seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat lain, atau bisa juga dengan dirinya sendiri di waktu lampau (the comparison person may be someone in a different organization, or even the person himself in a previous job).

3.      Two Factor Theory (Teori Dua Faktor)
Teori Dua Faktor yaitu faktor yang membuat orang merasa puas dan factor yang membuat orang merasa tidak puas. Dalam pandangan lain dua factor yang dimaksud dalam teori ini adalah adanya dua rangkaian kondisi, pertama kondisi yang menyebabkan orang merasa tidak puas, jika kondisi itu ada dan tidak diperhatikan, maka orang itu tidak akan termotivasi. Kondisi kedua digambarkan Hezberg dalam Yuli (2005) sebagai serangkaian kondisi intrinsik, apabila kepuasan kerja terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi kerja yang kuat, sehingga dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Apabila kondisi tersebut tidak ada, maka kondisi tersebut ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan.
Herzberg menyimpulkan kepuasan dan ketidakpuasan bergantung pada faktor higienis, seperti kondisis tempat kerja, dan factor motivasi, seperti pengakuan atas pekerjaan yang telah disilesaikan dengan baik. Factor kebersihan kerja seperti kodisi lingkungan kerja dan kebijakan perusahaan dapat memengaruhi ketidak-puasan pekerja. Di sisi lain, factor motivator seperti kesempatan untuk berprestasi dan penghargaan dapat memengaruhi kepuasan kerja.

     B.   Determinan Sikap Kerja

Bukti-bukti riset menyarankan bahwa cara terbaik untuk menjelaskan bagaimana sikap kerja ditentukan adalah dengan cara “model interaksi”. Yaitu kepuasan kerja seseorang ditentukan bersama-sama atas dasar karakteristik situasi kerja dan karakteristik pekerja. Dari ketiga teori kepuasan kerja, satu yang paling sesuai dengan model interaksi adalah teori Discrepancy. Persepsi seseorang tentang “apa yang seharusnya ada” dalam suatu pekerjaan akan ditentukan oleh karakteristik pekerja dan variabel situasi, sedang persepsi tentang “apa yang ada sekarang” dalam suatu pekerjaan akan banak ditentukan oleh kondisi kerja aktual.

     C.   Pengukuran Sikap Kerja

Sikap kerja dapat diukur dengan banyak cara. Informasi tentang sikap kerja dapat diperoleh dengan carakhusus maupun reguler. Tipe-tipe pertanyaan yang dipergunakan untuk mendapatkan sikap para pekerja juga bervariasi. Dengan “pernyataan terbuka”, para pekerja diminta menguraikan perasaan-peraaannya terhadap berbagai aspek pekerjaannya dengan kata-katanya sendiri. Dengan “pertanyaan jawaban tertentu”, para pekerja diminta memilih satu diantara jawaban-jawaban yang telah disediakan untuk pertanyaan-pertanyaan tertentu. Satu jenis dari pertanyaan jawaban tertentu didasarkan pada asumsi bahwa kepuasan dan kekecewaan (ketidakpuasan) merupakan bagian dari satu kontinum sikap dua kutup. Tipe item ini digunakan dalam Mennetosa Satisfaction Questionnsire atau MSQ (Weiss, Dawis, England and Lofqiust, 1967). Skala kepuasan kerja lain yang menggunakan item jawaban tertentukan adalah Job Discriptive Index atau JDI (Smith, Kendalland Hullin, 1969). JDI membedakan skala untuk kepuasan dengan upah, promosi, pengawasan, kerja dan orang. Seperti halnya MSQ, JDI telah digunakan dengan banyak variasi sampel pekerja menurut umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan serta tipe kelompok.

Kepuasana kerja sangat memengahruhi determinan dan sikap kerja dari karyawan. Seperti dalam teori dua factor higienitas memengahruhi motivasi kerja, yang secara tidak langsung memengaruhi sikap kerja dan determinan kerja.

Sumber:
Soegoto, E.S. (2009). Entrepreneurship Menjadi Pebisnis Ulung. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kompas Gramedia
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34083/4/Chapter%20II.pdf

repository.unisba.ac.id/.../06bab2_wirasaputra_10050011178_skr_2015.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar