A.
Teori-Teori Kepuasan Kerja
Menurut Wexley dan Yulk dalam Yuli (2005) bahwa
teori-teori tentang kepuasan kerja dapat dikelompokkan menjadi tiga macam,
yaitu yang disebut sebagai a) Disperancy theory, b) Equity theory, dan c)
Two factor theory:
1. Disperancy
Theory (Teori Perbedaan)
Teori
ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Porter mengukur kepuasan kerja
seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan
yang dirasakan (difference between how much of something there should be and
how much there “is now”). Locke juga menerangkan bahwa kepuasan kerja
seseorang bergantung pada perbedaan (disperancy) antara nilai dari
harapan yang diinginkan, dengan apa yang menurut perasaan atau persepsinya yang
telah dicapai atau diperoleh dari pekerjaannya. Dengan demikian orang akan merasa
puas bila tidak ada perbedaan yang diinginkan dengan persepsinya atas
kenyataan, karena batas minimum yang diinginkan telah tercapai. Apabila yang
didapat ternyata lebih besar dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi puas
lagi walaupun terdapat perbedaan (disperancy), tetapi merupakan perbedaan
yang positif. Sebaliknya semakin jauh kenyataan yang dirasakan tersebut di
bawah standar minimum maka akan terjadi perbedaan negatif (negative
disperancy), dan akan semakin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap
pekerjaan.
2. Equity
Theory (Teori Keseimbangan)
Equity theory pertama
kali dikembangkan oleh Adam dalam Yuli (2005). Prinsip Teori ini adalah bahwa
orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia akan merasakan
adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu situasi yang diperoleh
dengan membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di
tempat lain. Elemen-elemen dari teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu elemen input, outcome, comparison, dan equity-in-equity. Yang
dimaksud dengan input menurut Wexley dan Yulk dalam Yuli (2005) adalah sebagai
berikut; input is anything of value that and employee perceives that he
contributes to his job (input adalah segala sesuatu yang sangat berharga
yang dirasakan oleh karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan atau semua
nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja. Sebagai
contoh input adalah pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan, dan
lain-lain). Outcome is anything of value that the employee perceives he
obtain from the job (semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai
sebagai hasil dari pekerjaannya, misalnya upah, keuntungan tambahan status
simbol, pengenalan kembali (recognition), kesempatan untuk berprestasi
atau ekspresi diri. Sedangkan comparison person dapat diartikan sebagai
perasaan seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat lain, atau bisa juga
dengan dirinya sendiri di waktu lampau (the comparison person may be someone
in a different organization, or even the person himself in a previous job).
3. Two
Factor Theory (Teori Dua Faktor)
Teori Dua Faktor yaitu faktor yang
membuat orang merasa puas dan factor yang membuat orang merasa tidak puas.
Dalam pandangan lain dua factor yang dimaksud dalam teori ini adalah adanya dua
rangkaian kondisi, pertama kondisi yang menyebabkan orang merasa tidak puas,
jika kondisi itu ada dan tidak diperhatikan, maka orang itu tidak akan
termotivasi. Kondisi kedua digambarkan Hezberg dalam Yuli (2005) sebagai serangkaian
kondisi intrinsik, apabila kepuasan kerja terdapat dalam pekerjaan akan
menggerakkan tingkat motivasi kerja yang kuat, sehingga dapat menghasilkan
prestasi kerja yang baik. Apabila kondisi tersebut tidak ada, maka kondisi
tersebut ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan.
Herzberg
menyimpulkan kepuasan dan ketidakpuasan bergantung pada faktor higienis, seperti
kondisis tempat kerja, dan factor motivasi, seperti pengakuan atas pekerjaan
yang telah disilesaikan dengan baik. Factor kebersihan kerja seperti kodisi
lingkungan kerja dan kebijakan perusahaan dapat memengaruhi ketidak-puasan
pekerja. Di sisi lain, factor motivator seperti kesempatan untuk berprestasi
dan penghargaan dapat memengaruhi kepuasan kerja.
B.
Determinan Sikap Kerja
Bukti-bukti
riset menyarankan bahwa cara terbaik untuk menjelaskan bagaimana sikap kerja
ditentukan adalah dengan cara “model interaksi”. Yaitu kepuasan kerja seseorang
ditentukan bersama-sama atas dasar karakteristik situasi kerja dan
karakteristik pekerja. Dari ketiga teori kepuasan kerja, satu yang paling
sesuai dengan model interaksi adalah teori Discrepancy. Persepsi seseorang
tentang “apa yang seharusnya ada” dalam suatu pekerjaan akan ditentukan oleh
karakteristik pekerja dan variabel situasi, sedang persepsi tentang “apa yang
ada sekarang” dalam suatu pekerjaan akan banak ditentukan oleh kondisi kerja
aktual.
C.
Pengukuran Sikap Kerja
Sikap kerja dapat
diukur dengan banyak cara. Informasi tentang sikap kerja dapat diperoleh dengan
carakhusus maupun reguler. Tipe-tipe pertanyaan yang dipergunakan untuk
mendapatkan sikap para pekerja juga bervariasi. Dengan “pernyataan terbuka”,
para pekerja diminta menguraikan perasaan-peraaannya terhadap berbagai aspek
pekerjaannya dengan kata-katanya sendiri. Dengan “pertanyaan jawaban tertentu”,
para pekerja diminta memilih satu diantara jawaban-jawaban yang telah
disediakan untuk pertanyaan-pertanyaan tertentu. Satu jenis dari pertanyaan
jawaban tertentu didasarkan pada asumsi bahwa kepuasan dan kekecewaan
(ketidakpuasan) merupakan bagian dari satu kontinum sikap dua kutup. Tipe item
ini digunakan dalam Mennetosa Satisfaction Questionnsire atau MSQ (Weiss,
Dawis, England and Lofqiust, 1967). Skala kepuasan kerja lain yang menggunakan
item jawaban tertentukan adalah Job Discriptive Index atau JDI (Smith,
Kendalland Hullin, 1969). JDI membedakan skala untuk kepuasan dengan upah,
promosi, pengawasan, kerja dan orang. Seperti halnya MSQ, JDI telah digunakan
dengan banyak variasi sampel pekerja menurut umur, jenis kelamin, pendidikan,
pendapatan serta tipe kelompok.
Kepuasana
kerja sangat memengahruhi determinan dan sikap kerja dari karyawan. Seperti dalam
teori dua factor higienitas memengahruhi motivasi kerja, yang secara tidak
langsung memengaruhi sikap kerja dan determinan kerja.
Sumber:
Soegoto,
E.S. (2009). Entrepreneurship Menjadi
Pebisnis Ulung. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kompas Gramedia
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34083/4/Chapter%20II.pdf
repository.unisba.ac.id/.../06bab2_wirasaputra_10050011178_skr_2015.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar